h1

KEKERASAN GURU PADA ANAK

November 20, 2007

Hasil penelitian Unicef di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara pada 2006 yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak sebagian besar (80 persen) dilakukan oleh guru, layak menjadi perhatian kita. Hasil pemenitian itu memberikan kesadaran bahwa kekerasan bisa terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan sekolah, tempat yang selama ini dipercaya paling aman dan terbaik untuk anak.

Selain itu, hasil penelitian tersebut memberikan kesadaran pada kita bahwa kekerasan pada anak tidak hanya berupa kekerasan fisik. Namun, bisa berupa kekerasan nonfisik, seperti pemberian tugas berlebihan, memberikan target prestasi terlalu tinggi, hingga memaksa anak melakukan sesuatu di luar minatnya.

Perlu disadari, kekerasan seperti itu, terkadang -bahkan sering- tidak disertai niat jahat. Sebaliknya, tindakan itu malah berselimut niat baik. Karena itu, pada umumnya mereka yang melakukan kekerasan pada anak sama sekali tidak merasa bersalah. Mereka merasa bahwa dirinya telah berbuat kebaikan. Telah memberikan yang terbaik kepada anak.

Karena itu, pengertian atau definisi tentang kekerasan kepada anak yang meliputi aspek fisik dan nonfisik perlu dimengerti oleh mereka yang memiliki tugas mendidik anak -baik guru maupun orang tua. Anak harus dilihat sebagai individu mandiri, yang berbeda dengan orang tua atau gurunya. Anak memiliki bakat, kemampuan, minat, kebiasaan yang berbeda. Mereka bukanlah makhluk kecil yang merupakan jelmaan guru atau orang tuanya.

Memang, tidak mudah untuk bisa memiliki pemahaman seperti itu. Guru maupun orang tua sering memiliki sejumlah ambisi pribadi yang dibebankan di pundak anak. Mereka selalu berdalih demi masa depan anak. Mereka menganggap anak sebagai benda mati yang masa depannya harus ditentukan guru atau orang tua.

Khusus untuk guru, mereka terkadang juga dipaksa oleh keadaan. Yakni, adanya sistem pendidikan yang tidak mengacu kepada kepentingan anak. Tapi, lebih mengacu kepada kepentingan industri, kepentingan kapitalis maupun kepentingan penguasa. Anak dipaksa memiliki kualifikasi tertentu demi mengejar standardisasi yang ditetapkan penguasa, dunia industri, atau para kaum kapitalis.

Padahal, hakikat pendidikan semestinya bukan itu. Pendidikan seharusnya lebih diarahkan untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri anak. Anak harus diarahkan menjadi dirinya sendiri. Dengan demikian, ketika dewasa, anak bisa hidup dari dirinya sendiri. Bukan hidup karena menjadi kuli orang lain atau menjadi budak kaum pemilik modal.

Bila berbicara sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia saat ini, betapa ciri-ciri eksploitasi kepada anak itu begitu jelas. Anak yang punya karakteristik berbeda-beda dipaksa memiliki kemampuan sama. Lewat ujian nasional (unas), mereka dipaksa memiliki kepampuan yang memadai dalam beberapa mata pelajaran. Padahal, tidak semua anak memiliki kemampuan baik di bidang itu -tahun lalu, matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.

Anak yang memiliki bakat luar biasa di bidang seni, olahraga, atau bidang lain, tapi lemah di ketiga mata pelajaran tadi bisa divonis menjadi anak bodoh. Anak tersebut akan divonis tidak lulus, sehingga kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih tinggi menjadi hilang. Kasus ini sudah banyak terjadi. Karena itu, sudah saatnya kita mengevaluasi diri. (Sumber : Jawa Pos Rabu 21 Nov 2007)

6 komentar

  1. Hasil penelitian Unicef di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara pada 2006 yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak sebagian besar (80 persen) dilakukan oleh guru

    penelitiannya valid nih??
    yang saya baca 80% dilakukan orang yang dekat dengan anak-anak… bisa guru, ortu dan kerabat 🙂


  2. Sewaktu kelas 4 SD (tahun 1969) saya pernah dilempar penghapus papan tulis, kena kepala benjol, sakit sekali waktu itu, dan tidak berani melapor. Rasa sakit di kepala sembuh dalam beberapa hari, tapi rasa sakit hati sampai saat ini masih ada, dan saya masih hapal wajah bengis guru saya, sungguh kalau ingat saya cuma mendo’akan kejelekan buatnya. Terakhir saya dengar beliau sakit dan bertahun-tahun tidak bisa bangun dari tempat tidur, sungguh saya sangat senang sekali…
    Ingin tahu kesalahan saya waktu itu? sewaktu guru menerangkan, saya iseng meneropong guru dari buku yang digulung, sungguh itu adalah kreativitas anak kecil, bukan kenakalan, karakter saya tidak nakal karena saya selalu rangking, minimal rangking 3 di kelas.


  3. Tidak selamanya hanya guru saja yang bersalah. Anak-anak sekarang juga terkadang keterlaluan


  4. Di tanjungbalai selatan,provinsi sumatra utara.disekolah SMA TRITUNGGAL kmi mempunyai seorang guru baru yg bernama mangunsong s.pd dengan berperan mengajar bahasa inggris,guru ini sangat kejam,sampai2 dia mengunting rambut semua orang padahal rambut kami masih sangat pendek dan menyiksa murid2 seperti mengancam.kami pergi kesekolah mencari ilmu dan bersenang,tetapi sejak masuk guru itu tersebut kami jadi sangat tersiksa bersekolah,pulang dengan kekesalan karena ulah guru tersebut.masuk nya guru tersebut membawa bencana bagi kami.setiap kali kami memasuki sekolah,kami selalu saja dikesali guru tersebut padahal kmi tidak bersalah,seperti rambut kami masih pendek tetapi kami dipaksa untuk dipangkas oleh guru tersebut karena kami diancam kalau tidak mau maka kami akan ditampar,baru kuku kmi msih pndk tetapi kmi dipaksa untuk mengunting sampai habiz,sewaktu belajar guru tersebut mengajar bahasa inggris tetapi mengalihkan pelajaran menjadi pelajaran sex seperti tubuh2 kemaluan wanita,dan lain2.APA GURU SEPERTI INI DIBUTUHKAN LAGI? Tugas seorang guru membuat siswa senang dan mengajari yang baik.tetapi guru yang ini membuat siswa kesal dan mengajari siswa yang tidak baik.


  5. Di tanjungbalai selatan,provinsi sumatra utara.disekolah SMA TRITUNGGAL kmi mempunyai seorang guru baru yg bernama mangunsong s.pd dengan berperan mengajar bahasa inggris,guru ini sangat kejam,sampai2 dia mengunting rambut semua orang padahal rambut kami masih sangat pendek dan menyiksa murid2 seperti mengancam.kami pergi kesekolah mencari ilmu dan bersenang,tetapi sejak masuk guru itu tersebut kami jadi sangat tersiksa bersekolah,pulang dengan kekesalan karena ulah guru tersebut.masuk nya guru tersebut membawa bencana bagi kami.setiap kali kami memasuki sekolah,kami selalu saja dikesali guru tersebut padahal kmi tidak bersalah,seperti rambut kami masih pendek tetapi kami dipaksa untuk dipangkas oleh guru tersebut karena kami diancam kalau tidak mau maka kami akan ditampar,baru kuku kmi msih pndk tetapi kmi dipaksa untuk mengunting sampai habiz,sewaktu belajar guru tersebut mengajar bahasa inggris tetapi mengalihkan pelajaran menjadi pelajaran sex seperti tubuh2 kemaluan wanita,dan lain2.APA GURU SEPERTI INI DIBUTUHKAN LAGI? Tugas seorang guru membuat siswa senang dan mengajari yang baik.tetapi guru yang ini membuat siswa kesal dan mengajari siswa yang tidak baik.


  6. Tidak baik siswa hanya mempersalahkan guru dalam hal ini,cobalah para siswa menaati semua peraturan yang ada,dan memotivasi diri supaya disiplin dan tertib demi masa depanmu.Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api.



Tinggalkan Balasan ke BODHI SWASONO Batalkan balasan